A. Faktor Pendorong Bangsa
Eropa Datang Ke Indonesia
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia dipengaruhi dari
beberapa faktor, diantaranya:
1. Jatuhnya Konstantinopel
Jatuhnya Konstantinopel, ibukota Romawi Timur ke tangan Kesultanan
Turki pada tahun 1453 menyebabkan putusnya hubungan dagang ke dunia Timur.
Bangsa Barat berusaha mencari jalan sendiri ke pusat rempah-rempah di Asia.
2. Adanya Merkantilisme
Merkantilisme adalah pandangan
hidup dimana standar kesejahteraan diukur dari kekayaan (emas) yang dimiliki,
dengan itu dia menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dan
paham inilah yang dianut negara-negara Eropa ketika itu, yang menjadikannya
sebagai kebijakan politik. Karena itu negara Eropa mulai melakukan observasi
daerah jajahan, dan salah satunya tujuannya adalah Indonesia.
3. Revolusi Industri
Revolusi industri adalah langkah
efisiensi dalam produksi, yaitu dengan menggunakan mesin-mesin industri untuk
menggantikan tenaga manusia dan hewan. Hal ini menjadikan hasil produksi lebih
cepat dan lebih murah, sehingga sangat menguntungkan. Tetapi revolusi industri
yang pertama kali terjadi di Inggris ini berdampak buruk bagi kehidupan sosial,
yaitu dengan munculnya banyak pengangguran. Maka untuk mencegah dampak yang
lebuh buruk, pemerintah perlu membuka lapangan pekerjaan, dan salah satu
caranya adalah memperluas daerah jajahan, dimana nantinya para pangagguran akan
dikirim untuk bekerja di daerah jajahan.
4. Adanya Semangat 3 G
- Keinginan mencari
kekayaan (Gold).
- Keinginan menyebarkan
agama Nasrani (Gospel).
- Keinginan mencari
kejayaan dan kemuliaan (Glory).
B. Kedatangan Bangsa Eropa Ke
Indonesia
1. Kedatangan Portugis ke
Indonesia
Pada tahun 1511, Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque berhasil menguasai Malaka.
Selanjutnya Alfonso d’Albuquerque mengirim ekspedisi ke Ternate dan Tidore.
Pada tahun 1512, Portugis dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Hal ini diperkuat dengan dibangunnya benteng Saint John di Ternate. Selain
mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis juga aktif
menyebarkan agama Katolik. Salah satu pendeta bangsa Portugis yang giat menyebarkan
agama Katholik adalah Fransiscus Xaverius. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah perlawanan menguat dan akhirnya pada
tahun 1575 Portugis dapat diusir.
2. Kedatangan Spanyol ke
Indonesia
Keberhasilan Portugis sampai ke Indonesia, terutama tempat rempah-rempah
membuat Spanyol ingin mengikuti jejak Portugis, karena memang dua negara ini sangat berambisi menguasai dunia ketika itu. Pada tanggal 8 November 1512, kapal dagang Spanyol berhasil
berlabuh di Maluku tepatnya di Tidore. Selanjutnya Spanyol bersekutu dengan
Tidore sedang Portugis bersekutu dengan Ternate. Perebutan wilayah membuat
Spanyol dan Portugis saling bersaing. Hingga pada tahun 1534 ditandatangani
Perjanjian Saragosa yang dipimpin
oleh Paus. Isi perjanjian itu membagi dunia menjadi 2 wilayah :
1. Daerah sebelah utara garis Saragosa adalah wilayah
penguasaan Portugis (termasuk wilayah Maluku).
2. Daerah sebelah selatan garis Saragosa adalah
wilayah penguasaan Spanyol.
Dengan adanya perjanjian itu membuat Spanyol kembali berkonsentrasi ke Manila.
3. Kedatangan Belanda ke
Indonesia
Karena perang melawan
spanyol yang berkepanjangan (1568 – 1648) telah membuat ekonomi Belanda
terpuruk, maka Belanda pun mulai berpikir untuk mencari daerah jajahan yang
bisa memperkuat ekonomi mereka. Terinspirasi dari keberhasilan Portugis dan
Spanyol menjajah wilayah Asia tenggara yang
mendatangkan keuntungan besar, maka Belanda pun mulai melakukan
ekspedisi ke Asia Tenggara yaitu Indonesia yang terkenal mempunyai hasil rempah-rempah
yang melimpah.
Belanda pertama kali datang ke Indonesia di bawah pimpinan Cornelis
de Houtman dan De Keyzer pada tahun 1596 di Banten. Dia awal kedatangannya, rombongan dagang Belanda
ini disambut baik oleh penduduk pesisir, karena niat mereka untuk berdagang
dengan penduduk lokal. Tapi kemudian karena bersikap sombong dan kasar, mereka
diusir oleh penduduk Banten. Belanda datang kembali ke
Banten pada tahun 1598 di bawah pimpinan Van Nede dan Van Heemskerck. Untuk
kedatangannya yang kedua ini, Belanda disambut penduduk Banten dengan baik.
Pada tahun 1599 rombongan Belanda yang dipimpin Jacob van Neck juga mendarat di Maluku.
Hal ini disambut rakyat Maluku dengan baik, karena pada saat itu rakyat Maluku
sedang bersitegang dengan Portugis. Kejadian ini membuat Belanda mendapatkan
keuntungan yang sangat besar.
Kemudian agar pemerintah
Belanda mendapatkan keuntungan yang banyak maka atas usulan Olden Berneveldt,
pada 20 Maret 1602 Belanda mendirikan kongsi dagang yang bernama bernama VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang berkantor di Banten dan dikepalai
oleh Francois Wittert.
Tujuan didirikannya VOC adalah:
a. Menghilangkan persaingan
yang merugikan para pedagang Belanda.
b. Menyatukan tenaga untuk
menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di
Indonesia.
c. Mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.
4. Bangsa Inggris memasuki
Indonesia
Pada tahun 1600 pemerintah
Inggris mendirikan East India Company (EIC) yang
berpusat di India. Dalam upaya untuk mendapatkan rempah-rempah di Indonesia,
pada tahun 1602 Inggris mengirimkan utusannya yang dipimpin oleh Kapten James
Lancester ke Banten. Utusan kerajaan Inggris itu diterima oleh Sultan Banten
dan diberi izin mendirikan kantor dagang di Banten. Selain di Banten, EIC
(Inggris) juga mendirikan kantor dagang di Jayakarta.
Sekitar akhir abad XVI, Inggris telah mengadakan hubungan dagang
dengan Gowa, Makassar, dan Aceh. Namun, Inggris tidak disukai oleh masyarakat
di wilayah tersebut karena bersikap otoriter dan memaksakan kehendak pada
masyarakat pribumi demi keuntungan mereka.
Kemudian pada tahun 1811,
Thomas Stamford Raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan
Belanda di Indonesia. Raflles yang diangkat sebagai pemimpin Inggris atas
wilayah Indonesia, memberikan kesempatan pada penduduk Indonesia untuk
melaksanakan perdagangan bebas.
C. Perkembangan Masyarakat,
Kebudayaan dan Pemerintahan pada masa Kolonial Eropa
1. Masa kolonial Portugis
Portugis di Indonesia menanamkan kekuasaannya dengan cara yang kejam
dan bertindak sewenang-wenang kepada rakyat. Keadaan ini membuat rakyat
melakukan perlawanan terhadap Portugis. Dan pada kenyataannya Portugis memang hanya dapat menguasai Ternate saja,
karena selalu gagal memasuki daerah lain di Indonesia.
Kebudayaan rohani yang ditinggalkan berupa penyebaran agama Katolik
di Ambon, Maluku. Banyak masyarakat Ambon yang akhirnya memeluk agama Katolik.
Bangsa Portugis juga meninggalkan benda-benda yang akhirnya dianggap keramat
oleh bangsa Indonesia, seperti meriam-meriam yang terkenal dengan nama
Nyai Setomi di Solo, Si Jagur di Jakarta, dan Ki Amuk di Banten.
2. Masa kolonial Spanyol
Bangsa Spanyol hanya dapat memengaruhi masyarakat Tidore, akan
tetapi tidak semua rakyat Tidore terpengaruh dan masa kolonial Spanyol juga
tidak berjalan lama karena rakyat Tidore melakukan perlawanan. Karena tidak lama
berkuasa maka hampir tidak ada
pengaruh kekuasaan Spanyol dalam perkembangan
masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan bagi rakyat Tidore.
3. Masa kolonial Belanda
Dengan berdirinya VOC sebagai pesekutuan dagang Belanda, maka Indonesia ketika itu telah memasuki era penjajahan Belanda. Kepengurusan VOC terdiri dari 17 orang (Heren Zeventien)
yang berkedudukan di Amsterdam. Untuk memperkuat kedudukannya, oleh pemerintah Belanda VOC
diberikan modal 6,5 juta gulden
Belanda dan Hak Octrooi (hak-hak istimewa), yaitu:
- Memiliki tentara dan
mendirikan benteng.
- Menduduki daerah asing.
- Mengangkat pegawai.
- Mengadakan perjanjian
dengan penguasa setempat.
- Membentuk pengadilan.
- Membuat Undang-Undang,
dan lain-lain.
Di samping itu juga diangkat pemimpin tertinggi VOC yang diberi
gelar Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal yang pernah memimpin VOC antara lain :
a. Pieter Both; Gubernur
Jenderal pertama VOC yang memerintah tahun 1610-1619 di Ambon.
b. Jean Pieterzoon Coen;
Gubernur Jenderal VOC kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta
(Batavia).
Pemerintah Belanda dengan VOC bertindak kejam dan memeras hasil
pertanian atau pun perkebunan rakyat guna kepentingan bangsa Belanda. Hal ini
menyebabkan rakyat Indonesia menderita dan sengsara.
Setelah VOC berkuasa selama ± 200 tahun, ternyata mengalami
kebangkrutan dan kemunduran. Sebab-sebab kemunduran VOC adalah sebagai berikut:
a. Kas VOC kosong, disebabkan
oleh:
- VOC banyak mengeluarkan
biaya perang melawan rakyat.
- Pegawai VOC banyak
korupsi.
- Banyak menggaji tentara
dan pegawai VOC.
b. Prajurit VOC banyak yang
tewas menghadapi perlawanan rakyat.
Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
Herman Willem Daendels dikirim ke Indonesia oleh Louis Napoleon
Bonaparte dan diberi tugas untuk mengatur pemerintahan Indonesia serta
mempertahankan Indonesia (Pulau Jawa) dari serangan Inggris. Langkah-langkah
yang ditempuh Daendels di Indonesia antara lain:
a. Di bidang Militer
- Menarik orang-orang
Indonesia menjadi prajurit.
- Membangun pabrik senjata
di Kota Semarang dan Surabaya.
- Membangun pangkalan
angkatan laut di Anyer dan Panarukan.
- Membangun benteng-benteng
pertahanan.
b. Di Bidang Keuangan
- Melaksanakan
Contingenten, yaitu pajak yang berupa hasil bumi.
- Melaksanakan kebijakan
Verplichte Liverantie, yaitu kewajiban rakyat menjual sebagian hasil bumi
kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan.
- Melaksanakan Kebijakan Preanger
Stelsel, yaitu kewajiban rakyat di Priangan untuk menanam kopi.
- Menjual tanah negara
kepada pengusaha swasta Cina (Hou Ti Ko).
c. Di Bidang Perhubungan
Membangun jalan
raya dari Anyer sampai dengan Panarukan yang berjarak ± 1.000 km dengan sistem rodi/kerja paksa.
d. Di Bidang Politik
- Pulau Jawa dibagi menjadi
9 karesidenan yang kepalanya disebut residen.
- Bupati di seluruh Pulau
Jawa dijadikan pegawai pemerintahan Belanda.
- Mendirikan badan-badan
pengadilan.
- Memperbaiki gaji,
memberantas korupsi, memberi hukuman yang berat bagi pegawai yang curang.
Tindakan Daendels kejam dan sewenang-wenang, sehingga ia terkenal
dengan sebutan “Gubernur Tangan Besi”. Tindakan Daendels yang menjual tanah
kepada Hou Ti Ko tidak dibenarkan oleh Louis Napoleon Bonaparte. Daendels
dinyatakan bersalah, maka ia ditarik ke negeri Belanda dan digantikan oleh
Gubernur Jenderal Jan Willem Jansens (1811). Ternyata Jansens lemah dan kurang
cakap, sehingga Inggris berani menyerang kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda
kalah dan harus menandatangani Perjanjian Kapitulasi Tuntang pada tahun 1811.
Sejak saat itu Indonesia dikuasai Inggris.
4. Masa kolonial Inggris
Pada masa kolonial Inggris, perdagangan di Indonesia dimonopoli
oleh EIC. Akan tetapi ini tidak berjalan dengan baik karena selalu terdesak oleh VOC.
Pada masa Gubernur Jenderal Raffles, rakyat Indonesia diperhatikan
sehingga kehidupan lebih baik. Raffles membagi daerah Jawa atas 16 daerah
karesidenan, dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan
terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Di samping itu, Raffles juga membentuk
susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pada pengadilan Inggris. Setelah
Raffles selesai bertugas di Indonesia dan ditarik kembali ke Inggris,
pemerintahan Indonesia kembali ke pangkuan penjajah Belanda.
D. Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Bangsa
Eropa
1. Perlawanan rakyat Aceh
melawan Portugis
Perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Sultan Mahmud, Pate Kadir,
Alaudin tahun 1511–1537. Pedagang-pedagang Aceh berhasil membawa lada ke India
dan Laut Merah. Beberapa kali Portugis berusaha membajak kapal-kapal Aceh, akan
tetapi mengalami kegagalan. Untuk menghadapi ancaman Portugis, Aceh mengambil
beberapa strategi, antara lain: Melengkapi kapal-kapal dagangnya dengan senjata
dan prajurit; Meminta bantuan dari Turki; Meminta bantuan dari Jepang dan
India. Pada saat pemerintahan dipegang oleh Sultan Iskandar Muda, Aceh dapat mempertahankan diri dari rongrongan Portugis.
2. Perlawanan rakyat Ternate
melawan Portugis
Monopoli rempah-rempah dan selalu mencampuri urusan internal
kerajaan yang dilakukan Portugis membuat rakyat Maluku terutama Ternate semakin
sengsara. Pada tahun 1530 perlawanan terhadap Portugis dipimpin oleh janda
Sultan Bajangullah dan Taruwes. Rakyat Ternate melakukan pemberontakan terhadap
Portugis terjadi pada tanggal 27 Mei 1531.
Tokoh lain yang melakukan pemberontakan terhadap Portugis, antara
lain Sultan Tabariji dan Sultan Hairun. Namun, kedua tokoh tersebut berhasil
dibunuh Portugis. Perlawanan untuk kemudian dilanjutkan oleh putera Sultan
Hairun yang bernama Sultan Baabullah. Ia akhirnya berhasil mengusir Portugis
dari Ternate dengan merebut benteng Sao Paolo.
3. Perlawanan rakyat Maluku
(Ternate-Tidore) melawan VOC
Di Ternate, VOC berusaha melaksanakan monopoli perdagangan
rempah-rempah. Hal ini mengundang reaksi dari rakyat Ternate pada khususnya dan
Maluku pada umumnya. Maka muncullah pemimpin-pemimpin rakyat melawan VOC. Pada
tahun 1635, rakyat Ternate melakukan perlawanan di bawah pimpinan Kakiali. Dan
pada tahun 1646, di bawah pimpinan Telukabesi rakyat Ternate juga melakukan
perlawanan. Namun, kedua perlawanan tersebut dapat dipadamkan VOC. Pada tahun
1650, Kaici Saidi memimpin perlawanan terhadap VOC. Namun, seperti pada
perlawanan yang dilancarkan sebelumnya, perlawanan Saidi dapat ditumpas VOC.
Di Tidore, perlawanan terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Jamaludin.
Namun, pada tahun 1780, Sultan Jamaludin ditangkap dan diasingkan VOC. Sebagai
gantinya, VOC mengangkat Putra Alam sebagai sultan baru di Tidore. Rakyat
Tidore tidak menyukai Putra Alam karena dianggap lebih memihak VOC dan lebih
menyukai Sultan Nuku (putera Sultan Jamaludin).
Pada tahun 1779, Sultan Nuku bersama Panglima Zainal Abidin
mengadakan perlawanan terhadap VOC dengan siasat mengadu domba antara VOC
dengan Inggris. Akhirnya, Sultan Nuku berhasil mengusir Belanda dari Tidore.
Akan tetapi, setelah Sultan Nuku wafat (1805), Belanda kembali menguasai
Tidore.
4. Perlawanan Mataram melawan
VOC
Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung (Raja Mataram) menyerang VOC
di Batavia. Dua kali melakukan penyerangan, Sultan Agung selalu mengalami
kegagalan. Serangan pertama gagal karena kekurangan makanan dan serangan kedua
gagal karena adanya pengkhianatan pengikutnya di Cirebon dan adanya wabah
penyakit kolera yang menyerang pasukan Sultan Agung.
Pemimpin perang pada tahun 1628 antara lain Tumengung Baurekso, Suro
Agul-agul, Dipati Uposonto, dan Dipati Mandurejo. Dalam penyerangan pertama,
Tumenggung Baurekso gugur dalam pertempuran. Dalam serangan kedua (1629),
pasukan Mataram dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
5. Perlawanan Trunojoyo
melawan VOC
Pengganti Sultan Agung adalah Sultan Amangkurat I, ia raja yang
sewenang-wenang terhadap rakyat dan bekerja sama dengan VOC, sehingga tidak
disukai rakyat. Pada tahun 1674, Trunojoyo dari Madura mengadakan perlawanan
terhadap Amangkurat I yang dibantu VOC. Trunojoyo mendapat bantuan dari
Panembahan Romo, Macan Wulung, dan pemuda dari Makassar yaitu Kraeng Galesung dan
Mantemeramo. Trunojoyo berhasil menguasai ibukota Mataram dan Amangkurat I
melarikan diri dan meminta bantuan kepada VOC. Namun, karena luka parah yang
dideritanya, akhirnya Amangkurat I wafat dan digantikan Amangkurat II.
Amangkurat II yang dibantu VOC berhasil mengalahkan Trunojoyo. Akan
tetapi sebagai balas jasanya, Mataram harus menyerahkan daerah Krawang,
Priangan, dan Semarang kepada VOC.
6. Perlawanan Untung Suropati
melawan VOC
Untung Suropati semula budak VOC yang berasal dari Pulau Bali. Akan tetapi
karena kecakapannya, ia dibebaskan dari budak dan diangkat menjadi prajurit
dengan pangkat Letnan oleh VOC. Ia diberi tugas menangkap Pangeran Purbaya dari
Banten. Namun, setelah Untung Suropati berhasil menangkap Pangeran Purbaya, ia
tidak mau menyerahkannya kepada VOC. Ia berselisih dengan seorang prajurit VOC
yang bernama Kuffeler. Dalam perselisihan itu, Untung Suropati berhasil
membunuh Kuffeler. Dan mulai dari peristiwa inilah Untung Suropati menjadi
musuh VOC.
Akhirnya meletuslah pertempuran antara VOC dengan pihak Untung
Suropati. Dalam suatu pertempuran, Kapten Tack, salah seorang tentara VOC
tewas. Selanjutnya, Untung Suropati menyingkir ke Kartasura dan mendapat
perlindungan dari Amangkurat III (Sunan Mas).
Oleh karena Amangkurat III melindungi Untung Suropati, maka ia
ditangkap VOC dan dibuang ke Srilanka. Akhirnya, perlawanan Untung Suropati
dapat dipadamkan.
7. Perlawanan Pangeran
Mangubumi dan R.M. Said melawan VOC
Pada awalnya, R.M. Said melancarkaan pemberontakan kepada Mataram.
Waktu itu yang menjadi penguasa Mataram adalah Paku Buwono II. Untuk memadamkan
pemberontakan tersebut, Paku Buwono memerintah adiknya yang bernama Pangeran
Mangkubumi. Paku Buwono II berjanji akan menghadiahi tanah di Sukowati bila
Mangkubumi berhasil memadamkan pemberontakan tersebut.
Setelah berhasil memadamkan pemberontakan tersebut dan menunggu
sampai beberapa lama, janji tersebut tidak kunjung datang, maka pada suatu
sidang Mangkubumi menagih janji kepada kakaknya. Akan tetapi, Van Junhof salah
seorang utusan VOC ikut campur dalam urusan tersebut. Bahkan, mempermalukan
Mangkubumi di depan persidangan. Sejak itulah Mangkubumi bergabung dengan R.M.
Said bersama-sama melawan Paku Buwono II yang dibantu Belanda.
Dalam suatu pertempuran antara kubu R.M Said-Mangkubumi melawan Paku
Buwono II (dibantu VOC), salah seorang panglima VOC, De Klerk, tewas. Hal ini
menyebabkan VOC menjadi khawatir. Oleh karena itu, VOC menyarankan untuk
diadakan perjanjian perdamaian. Dan pada tahun 1755, diadakan Perjanjian
Giyanti yang isinya Mataram dibagi menjadi dua, yaitu:
- Mataram Timur diberikan
kepada Paku Buwono II.
- Mataram Barat diberikan
kepada Mangkubumi yang berpusat di Yogyakarta. Mangkubumi naik tahta dan
bergelar Hamengku Buwono I.
Sedangkan RM. Said melanjutkan perlawanan. Dan pada tahun 1757,
diadakan Perjanjian Salatiga yang isinya bahwa Mataram Timur dibagi menjadi
dua, yaitu:
- Kasunanan diberikan
kepada Paku Buwono II.
- Mangkunegaran diberikan
kepada R.M. Said bergelar Mangkunegara I.
8. Perlawanan rakyat Makassar
melawan VOC
Latar belakang rakyat Makassar melawan VOC adalah karena VOC ingin
menguasai Makassar. Perlawanan ini dipimpin oleh Sultan Hasanudin. Untuk
menghadapi perlawanan tersebut, Belanda menerapkan politik adu domba, yaitu
dengan cara mengadu domba Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Akhirnya, usaha
perlawanan Hasanudin gagal dan harus menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Isi dari Perjanjian Bongaya antara lain: Makassar mengakui kekuasaan VOC; VOC
memperoleh hak monopoli dagang di Makassar; Makassar harus melepas Bugis dan
Bone; Aru Palaka menjadi Raja Bone; Makassar harus membayar biaya perang kepada
VOC.
E. Pengaruh Nilai-nilai Budaya Bangsa Barat Bagi
Kehidupan Masyarakat
1. Bidang Adat Istiadat
Adapun adat istiadat yang memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia
antara lain:
a. Tata cara bergaul di
antara anggota masyarakat yang dipertahankan pemerintah jajahan adalah cara
bergaul sistem feodalisme, yaitu sistem pergaulan di dalam kerajaan. Akan
tetapi, budaya barat yang berkembang sekarang justru bersifat bebas dan
demokratis. Pergaulan wanita dan pria, orang tua dan muda, rakyat dan pejabat
berlangsung bebas, terbuka, dan bertanggung jawab.
b. Model pakaian barat yang
diperkenalkan di Indonesia untuk lelaki berupa setelan jas yang berdasi dan
bersepatu, sedangkan model pakaian untuk perempuan adalah pakaian rok dan blus
serta bersepatu.
c. Gaya pakaian pada acara
perkawinan orang Eropa glamour serba gemerlapan, baik pesta, hiburan, maupun
susunan acaranya.
d. Negara asal kaum penjajah
pada umumnya berbentuk kerajaan sehingga mendukung pemberian gelar
kebangsawanan, untuk menunjukkan perbedaan status antara orang-orang kaya
dengan masyarakat biasa. Hal ini berguna bagi pemerintah kolonial dalam upaya
memecah belah masyarakat pribumi (masyarakat Indonesia).
e. Budaya yang diwariskan
bangsa Barat adalah paham rasionalisme, yaitu paham yang meyakini bahwa
kebenaran sesungguhnya berasal dari pikiran dan akal manusia. Dengan demikian,
orang-orang menjauhi hal-hal yang bersifat takhayul dalam memecahkan berbagai
macam persoalan kehidupan.
f. Sikap disiplin, semangat
kerja yang tinggi, suka berpikir sistematis dan logis. Hal itulah sekarang
ditiru oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
g. Sikap individual (sikap
kebebasan setiap orang yang mementingkan hak perorangan).
2. Bidang pendidikan
Pemerintah kolonial yang berinisiatif menyelenggarakan pendidikan
berpola barat di Indonesia yaitu Portugis dan Belanda. Pemerintah kolonial
sengaja menerapkan prinsip dualisme dalam sistem pendidikan di tanah jajahan,
yaitu pendidikan bagi anak-anak kaum ningrat dan anak-anak dari masyarakat
biasa.
Warisan kebijakan pendidikan kolonial yang masih diterapkan di
Indonesia antara lain:
a. Pembagian jenjang pendidikan (pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi) dengan sistem klasikal.
b. Pengaturan pelajaran
melalui kurikulum.
c. Pengenalan bermacam-macam
ilmu pengetahuan seperti: ilmu alam, ilmu bumi, astronomi, filsafat dan,
hukum).
3. Bidang kesenian
Peninggalan kesenian pada masa kolonial meliputi: seni bangunan,
seni musik, seni sastra, seni tari, seni rupa, dan seni film.
a. Seni bangunan
Seni bangunan yang sampai saat ini masih dapat dimanfaatkan nilai
guna dan nilai seninya seperti: gereja, benteng, sekolah, kantor, penjara,
asrama, vila, kebun raya, jalan raya, jalan kereta api, waduk, dan sistem
irigasi.
b. Seni Musik
Jenis seni musik yang diperkenalkan bangsa Portugis dan masih
disukai oleh bangsa Indonesia adalah musik keroncong.
c. Seni sastra
Seni sastra mulai mendapat perhatian dari pemerintah kolonial sejak
didirikannya kantor Voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) pada tahun 1908
dan berubah menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. Sampai saat ini, Balai
Pustaka banyak menerbitkan buku-buku bermutu bagi masyarakat Indonesia.
d. Seni rupa dan seni film
Peninggalan seni rupa antara lain berupa patung atau relief
Kristiani di gereja-gereja. Sedangkan seni film cerita yang pertama kali dibuat
di Indonesia berjudul Loetoeng Kasaroeng yang dibuat tahun 1926 oleh Heuveldorp
(orang Belanda) dan Krunger (orang Jerman).
e. Seni Tari
Warisan seni tari yang ditinggalkan adalah seni tari dansa.
4. Bidang Hukum
Tata hukum di Indonesia yang berlaku sekarang masih yang memakai
warisan produk hukum Belanda. Walaupun dalam beberapa waktu telah terjadi
perubahan, pencabutan, dan pengurangan yang disesuaikan dengan keadaan
Indonesia.
Sumber hukum Belanda antara lain:
1. Algemeen Bapalingen Van
Wetgeving (Peraturan Umum Perundang-undangan).
2. Staatbled Van Nederland Indie
(Lembaran Negara Hindia Belanda).
3. Burgerlijk Wetboek (Kitab
UU Hukum Perdata).
5. Sistem Pemerintahan
Pemerintahan kolonial Hindia Belanda meninggalkan sistem tata
pemerintahan yang cukup baik sehingga dalam beberapa hal menjadi contoh bagi
bangsa Indonesia. Sistem pemerintahan yang diwariskan tersebut bersumber pada
ajaran Trias Politika (Montesquieu) yang membagi kekuasaan negara berdasarkan
pada kekuasaan legislatif (pembuat UU), eksekutif (pelaksana UU), dan yudikatif
(pengawas pelaksanaan UU).
Ajaran Trias Politika dalam pemerintahan Hindia Belanda adalah
sebagai berikut:
a. Pembentukan Volksraad
(Dewan Perwakilan Rakyat).
b. Penyusunan struktur
pemerintahan sentralisasi, mulai dari gubernemen (pemerintah pusat),
residential (karesidenan), abdeling (kabupaten), district (kawedanan), dan
subdistrict (kecamatan).
c. Pemberian nama
jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan.
d. Mendirikan pengadilan
tinggi dan pengadilan negeri.
sumber:
http://dzakibelajar.blogspot.com/2013_08_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar