A. Pengertian Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial (social control) adalah tindakan pengawasan
terhadap kegiatan atau perilaku anggota-anggota masyarakat (kelompok) agar
tidak menyimpang dari norma dan nilai sosial yang berlaku.
Pengertian pengendalian sosial menurut beberapa ahli sebagai
berikut:
1. Menurut Peter L. Berger;
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggotanya yang menyimpang.
2. Menurut Bruce J. Cohen;
Pengendalian sosial adalah berbagai cara atau metode yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak-kehendak kelompok
masyarkat luas tertentu.
3. Menurut Koentjaraningrat
ada tiga proses yang perlu mendapat pengendalian sosial yaitu ketegangan sosial
yang terjadi antara adat istiadat dan kepentingan individu, ketegangan yang
terjadi karena adanya pertemuan antara golongan khusus, ketegangan yang terjadi
karena yang melakukan penyimpangan sengaja menentang tata kelakuan.
B. Macam Pengendalian Sosial
1. Pengendalian sosial menurut
waktu pelaksanaannya
a. Pengendalian preventif,
yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap
nilai dan norma sosial yang berlaku dan umumnya dilakukan melalui bimbingan,
pengarahan dan ajakan. Tujuan pengendalian ini memberikan kesadaran kepada
masyarakat agar bersikap dan berperilaku sesuai nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
b. Pengendalian represif,
yaitu tindakan pengendalian yang dilakukan saat penyimpangan sosial sedang
terjadi. Tujuan pengendalian ini yaitu agar penyimpangan yang sedang terjadi
dapat dihentikan.
c. Pengendalian kuratif yaitu
tindakan pengendalian yang diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan
sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku
penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki
kehidupannya, sehingga di kemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya.
2. Pengendalian sosial
berdasarkan cara pengendaliannya
a. Pengendalian sosial
bersifat persuasif, yaitu tindakan pencegahan dengan cara melakukan pendekatan
secara damai tanpa paksaan yang berupa ajakan, bujukan, penyuluhan kepada
seseorang atau sekelompok orang agar tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.
b. Pengendalian sosial
bersifat koersif, yaitu tindakan pengendalian sosial yang dilakukan dengan cara
memaksa. Tujuan pengendalian sosial koersif adalah memberikan efek jera kepada
pelaku dan menjadi contoh serta peringatan kepada orang lain agar tidak berbuat
melanggar norma hukum karena akan mendapat sanksi.
3. Pengendalian sosial
berdasarkan pola/bentuknya
a. Pengendalian sosial oleh
individu terhadap individu lainnya.
b. Pengendalian sosial oleh
individu terhadap kelompok manusia.
c. Pengendalian sosial oleh
sekelompok manusia terhadap sekelompok manusia lainnya.
d. Pengendalian sosial oleh
kelompok terhadap individu.
4. Pengendalian sosial
berdasarkan pelaku pengendalian sosial
a. Pengendalian pribadi, yaitu
pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu (panutan). Pengaruh ini
dapat bersifat baik ataupun buruk.
b. Pengendalian institusional,
yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga.
c. Pengendalian resmi, yaitu
pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga resmi negara
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sanksi yang jelas dan
mengikat.
d. Pengendalian tidak resmi,
yaitu pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan aturan
yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas.
C. Bentuk pengendalian sosial
1. Cemoohan
yaitu cara pengendalian sosial dengan cara melakukan ejekan terhadap orang yang
melakukan penyimpangan.
2. Ostrasisme/pengucilan
yaitu sikap yang diambil masyarakat terhadap
orang yang melanggar nilai dan norma sosial dengan cara membiarkan
perbuatannya.
3. Desas
desus/gosip yaitu percakapan orang banyak yang belum tentu kebenarannya dan
tidak diketahui dari mana sumbernya.
4. Fraudulens
merupakan bentuk pengendalian sosial dengan cara menakuti atau mengancam
lawannya dengan menggunakan orang yang lebih kuat dari lawannya itu.
5. Teguran
yaitu sikap dalam cara pengendalian sosial dengan cara memberi nasehat,
mengancam atau menakut-nakuti orang yang dianggap melakukan penyimpangan.
6. Kekerasan
fisik hal ini terjadi karena ketidaksabaran seseorang atau masyarakat dalam
menangani masalah penyimpangan yang terjadi.
7. Hukuman
merupakan tindakan tegas yang dilakukan jika pelaku penyimpangan tidak lagi
pengindahkan peringatan yang ditujukan kepadanya. Hukuman berfungsi untuk memberikan efek jera kepada pelaku penyimpangan sosial; memberikan
contoh kepada pihak lain agar tidak ikut melakukan perbuatan menyimpang (schock
theraphy).
D. Peran Lembaga Pengendalian
Sosial
1. Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang telah berurat dan
berakar dalam masyarakat. Aturan-aturan dan nilai-nilai adat tidak hanya diakui
dan diikuti oleh masyarakat tradisional, tetapi juga pada masyarakat modern. Adat yang sudah melembaga disebut dengan tradisi. Tokoh adat berperan mengendalikan sikap dan perilaku warga
masyarakat agar sesuai dengan norma-norma adat. Bentuk pengendalian bisa berupa
penjatuhan sanksi yakni denda, teguran, atau pengucilan dari lingkungan adat.
2. Tokoh
masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki
pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia disegani dan dihormati oleh
masyarakat. Tokoh masyarakat dibedakan menjadi:
a) Tokoh masyarakat formal.
Misalnya: kepala desa, camat, bupati, kepala dinas, ketua DPR, dan sebagainya.
b) Tokoh masyarakat nonformal.
Misalnya: ketua adat, pemimpin agama, ketua pemuda, dan sebagainya.
3. Kepolisian
Kepolisian merupakan lembaga penegak hukum yang mempunyai tanggung
jawab dalam memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Tugas dari polisi
sebagai berikut:
a) Mengatur ketertiban lalu
lintas.
b) Menjaga ketertiban dan
keamanan saat berlangsungnya kegiatan-kegiatan kenegaraan atau pemerintahan,
baik bersifat lokal, nasional atau internasional.
c) Menjaga ketertiban dan
keamanan saat berlangsungnya pertunjukkan atau sejenisnya.
d) Berkaitan dengan hukum,
polisi berkewajiban untuk menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku ke pihak
kejaksaan untuk diteruskan ke pengadilan.
4. Pengadilan
Berdasar pada UU No. 14 tahun 1970, tentang pokok-pokok kekuasaan
kehakiman, badan peradilan dibedakan menjadi:
a) Pengadilan umum, yang
terdapat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung. Lembaga ini
berwenang dalam memutuskan, baik perkara pidana maupun perdata (warga sipil).
b) Pengadilan Agama berwenang
untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perselisihan di antara mereka yang
beragama Islam dalam perkara-perkara nikah, talak, rujuk, warisan, nafkah,
wakaf, baitul mal dan hibah.
c) Pengadilan Militer
berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara pidana yang
dilakukan oleh anggota TNI.
d) Pengadilan Tata Usaha Negara
memiliki kewenangan yaitu memeriksa dan memutuskan perkara mengenai sengketa
tata usaha negara (berdasarkan UU No. 5 tahun 1986).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar